Senin, 26 Oktober 2015

Nulis Fiksi Mini Bareng Para Kompors di Beach Writing, Ahaaii!!

Jumpa lagi Gaes, setelah sekian bulan disibukkan dengan kegiatan organisasi, pekerjaan yang dobel-dobel dan ... alasan klasik tak menarik lain...

Wew, banyak sekali yang ingin kutulis, diantaranya pingin berbagi cerita sebulan lalu waktu ada acara 'gayeng' dari hasil obrolan teman-teman dari Solo nan jauh di mato...


Yeach, Beach Writing, sudah diulas sih di blognya Kompor sebelah, cuma mungkin yang dilingkaranku belum tahu apa itu Beach Writing.


Gegaranya kenal dua Kompor aneh dari solo, aneh? Ya, karena mereka kompor yang punya banyak ide dan tidak mau diam. Sukanya manasin orang. Mereka adalah Kak Lilik Kurniawan dan Kak Ardi Rahardian. Aku dikenalkan sama teman-teman baru dari Solo yang punya beragam talent dan yang pasti mereka sama 'gayeng' kalau dicampur.


Sapa aja sih, Kak Diah Cmut (ini udah kenal lama sih dan masih aja luar biasa kalau ketemu dia), Kak Puspa, cewek unik yang suka becanda gaul ahahaha, Kak Ibda yang slalu penuh cinta, Kak Prita and the gank eh... kak Tyas dan kak Ayu yang mesam-mesem, Kak Dhimar dan Kak Fattah yang jeprat jepret plus PHP in aku karena nggak dikirimin foto 1 pun juga Kak Day yang kalem tapi tembakannya tepat sasaran (opo sih). Lalu sore eh malemnya cuma gabung sebentar tapi kayanya ketularan asyik juga. Sapa lagi kalau bukan Mas Harieijaya dan Mbak Umi Azzura, beliau datang telat dan pulang awal tapi bayar penuh ahahhaha, semoga lain waktu bs ikutan lebih lama jadi asyiknya nambah kan ya?

Apa yang nggak bisa dilupain dari kegiatan  Beach Writing alias menulis di pantai adalah Banana Dance-nya hahhaha *gagal fokus. Sampai detik ini aku masih latihan untuk bisa gerakan ituh.

Duuh, bukan itu, tapi BW sendiri memang punya modus lain eeh... modus... intinya kita semua bakalan sharing skill masing-masing di dunia yang ditekuni, misal nulis, fotografi maupun kemampuan menyanyi hahaa, emang  gitu, dan aku menikmatinya. Selain itu kegiatan asyik di Pantai Sepanjang yang super seru misal.... jadi model sunrise dan sunset, nyebur rame-rame, mengubur Kak Day dan masih banyak keseruan lain.



Well, jadi goal BW kemarin tuh Kak Ardi berbagi tips tentang menulis Fiksi Mini. Fiksi mini itu seperti apa?

FM itu tulisan yang tidak begitu panjang, to the point, hanya max sekali status ditwiter, jadi ga panjang... kaya novelku, tapi didalamnya memuat pokok cerita dan tentu saja ada twist -lekukan yang meledak. Endingnya tuh bisa twist ataupun open dan mempunyai diksi unik.

Kaya gini ni contohnya :

MASA LALU
"Thom mengubur masa lalunya dalam-dalam, beserta tubuhnya agar tak muncul lagi rasa sakit di hatinya."  (dok. Merakit Kata -Diyar Rahardian)

Dan ternyata membuat beberapa kata saja sulitnya minta ampun. Aku berlatih berulang-ulang bahkan sampai saat ini. Dan meski jadi, ada saja yang kurang hahah... ga papalah, namanya juga learning by doing, jiaah...

contoh punyaku nih...

OMBAK
"Gemuruh ombak menepi, mengajakku serta meninggalkan hamparan pasir putih, siang ini."

Swear ini belum bener dan jangan dijadikan patokan ya gaes, ini cuma latihan saja. Kalau mau pada share FM sama jagonya aja, Kak Diyar dkk. Mereka pasti mau bantu.

Tidak ada ruginya kok belajar menulis apa saja, akhirnya akan menjadi ilmu yang bermanfaat dan kita juga tambah pengalaman. Apalagi ditempat menawan seperti pantai Sepanjang ini, weew... kerenlah! So, ayo terus belajar menulis, jangan berhenti sebelum kamu menyelesaikan semuanya.

Well ceritanya ini dulu ya...gaes, besok kalau timing tepat kita ngobrol lagi dengan cerita yang berbeda, dan pastinya ada keseruan BW lain... tunggulaah :)

Sorry yaa karena ini postingnya telat banget aiih.... daripada dibuang...sayaang buangeet....! Oh ya thanks banget buat ayang papiku yang udah kasih ijin dan bantuin kelancaran acara ini... love you... selamat makan...!


Mells

Selasa, 31 Maret 2015

Edisi Kangen - Kangenan 'Nulis'

Tentang Perjalanan Menulis dan jatuh bangunnya SAYA  akhir-akhir ini :)


Lama sekali nggak  nulis di blog. Terlalu banyak alasan yang tidak sanggup saya katakan :) lebay. Well, tapi selama kurang lebih setahun ini (2014) sejak novel saya yang ke-7 terbit, saya beberapa kali diberi kesempatan oleh penerbit untuk berbagi pengalaman dan inspirasi di bookfair dan acara yang diadakan oleh penerbit. Alhamdulillah sekali, banyak teman yang saya jumpai dan tentu pengalaman mengesankan seputar kegigihan menulis yang kami semua sedang pelajari dan tekuni saat ini. Ada banyak pertanyaan yang harus saya jawab dan sedikit ilmu yang perlu saya bagi. Saya berharap hasilnya mengesankan dan berdampak positif untuk mereka semua.

Oh ya, kemana saja saya selama ini? Ada beberapa tempat yang membuat saya bangga mendatanginya. Pertama, saya diberi kesempatan membedah buku dan sharing inspirasi di Jogja Islamic Bookfair yang diadakan di Gor UNY dan di Toko Buku Togamas Jogja yang saat itu dipandu oleh senior seekaligus CEO Penerbit Indiva Media Kreasi (solo) Mbak Afifah Afra. Kesempatan berikutnya adalah di kampus besar yang seleama ini hanya menjadi impian saya. Akhirnya saya bisa masuk ke kampus UGM dalam undangan special dari teman-teman FLP Jogja bersama salah satu penulis muda yang humoris Ukhti Arkandini Leo.

Kesempatan selanjutnya sama sekali tak terduga. Salah satu kawan dari FLP JOgja berkenan mengundang saya untuk mengisi bedah buku karya penulis cilik yang luar biasa di Perpustakaan Kota Jogjakarta. Saat itu saya bersama Mas Lido dan Mbak Yova Tri Yolanda Mahasiswi Fak Psikologi UGM yang keduanya juga tergabung dalam FLP Jogja. Semangat saya semakin memuncak ketika melihat para penulis cilik yang sangat berbakat  dan patut diacungi jempol. Melihat mereka, saya jadi merasa sudah sangat terlambat dalam berkarya.

Dan kesempatan istimewa lain yang diberikan penerbit Indiva adalah ketika saya diundang untuk sharing pengalaman di UNS. Saat itu saya bersama penulis senior tanah air yang saya kagumi, mbak Sinta Yudhisia. Akhirnya dari dunia kepenulisan yang saya tekuni, saya mulai bisa bertemu dengan para penulis favorit saya satu per satu. Tentu saja pengalaman itu sangat berharga dan tidak dapat dinilai dengan harga berapapun.

Tapi... tentu saja saya sempat mengalami satu titik terjenuh selama menekuni dunia kepenulisan. Yaitu saat saya gagal dalam mengikuti lomba menulis novel. Dua kali tepatnya saya pernah mengikuti lomba novel. Dulu sekali, pertama waktu saya nekat mengirim novel perdana ke ajang lomba di salah satu penerbit di Jogja sekitar tahun 2008-2009. Saya gagal untuk pertama kalinya dengan harus berpuas di 30 besar. Tapi, karena itu event pertama, saya sudah cukup bangga bisa lolos hingga 30 besar. Tidak ada kata putus asa waktu itu, karena saya masih sangat pemula. Dan akhirnya novel itu masuk di penerbit mayor di Jogja. sungguh kemenangan lain yang Allah sediakan untuk saya. Namun, jalan tidak selalunya mulus. Saya sering kali gagal di ajang lomba cerpen maupun puisi. Rasa down mulai lebih 'berat' terasa. Mungkin... karena saya merasa naskah saya sudah bagus, mungkin ada kesombongan yang tidak saya sadari ketika saya merasa sudah 'bisa' menulis. Sehingga saya justru tidak mampu menahan kekecewaan saya saat menghadapi kegagalan.

Pengalaman pahit itu terulang lagi tahun ini. Saya mengikuti lomba novel untuk ke-dua kalinya. Dan... hasilnya sama, saya mengalami kegagalan di 20 besar seleksinya. Dan lagi-lagi saya amat sangat kecewa. Berminggu-minggu saya hanya sibuk merenung tanpa menyentuh naskah saya lagi sama sekali. Bahkan saya merasa bosan, lelah dan tertekan (karena sengaja nggak nulis). Semangat saya mulai luntur. Sebal dengan prestasi teman yang semakin terlihat meninggi di status2 yang saya baca, sedang saya merasa stagnan. Tidak bergerak. Saya berpikir bagaimana agar semangat saya kembali seeprti kemarin, menulis dan tidak pernah berhenti. Saya kembali bermalasan dengan alasan mencari semangat yang hilang. Kegiatan nonton DraKor kembali menggila, hingga akhirnya saya tertohok dengan semua kisah dalam cerita yang saya tonton. Muncul berbagai pertanyaan :
      - Bagaimana orang-orang itu menulis cerita dengan alur yang bagus 
    - Bagaimana agar cerita saya membawa dampak yang luar biasa seperti apa yang saya rasakan setelah menonton film-film itu.
      - Bagaimana saya tidak bisa, sedangkan mereka bisa membuat cerita yang lain dan beragam.

Dan banyak lagi yang saya renungkan. Mungkin, pikiran saya terlalu tinggi untuk penulis amatir seperti saya ini, tapi itulah mimpi besar saya, untuk bisa membuat cerita yang berdampak (positif) bagi pembaca. Saya tidak ingin menulis yang "itu-itu" saja, saya ingin keluar dari zona yang saya banggakan selama ini, tapi saya sadar, semua butuh proses yang panjang. Dan tentu saja, perjuangan saya masih jaauuhh dibanding teman-teman. Wajar, kalau akhirnya saya masih diam dadn gigit jari melihat prestasi mereka.

Suntikan semangat, itulah kenapa saya selalu  butuh orang lain. Ya, saya butuh teman. Dan Allah memberikan jalan yang akhirnya kembali menggugah saya untuk berdiri lebih tegak dan berjalan dengan kaki yang lebih kuat. Seorang teman lama, teman gokil yang tidak saya duga mengirim sebuah pesan di inbox tanpa basa-basi. Panggil saja di Denni. Dia mengabarkan bahwa dia menceritakan tentang saya pada seorang dosen bimteknya di UT. Aku agak heran juga, kok tiba2 temanku itu cerita soal aku. Yang lebih kaget lagi ketika dia bilang aku seorang penulis (jujur, saya  kira dia malah nggak tahu kalau saya suka nulis). Tapi itulah mungkin jalan pertemanan yang akhirnya melebarkan sayap mimpi saya yang lain. Saya dipertemukan dengan Ibu Yuni Wijayanto, seorang Librarian yang mengabdi di KPAD Gunungkidul. Bahkan beliau berkunjung ke rumah, banyak hal yang kami obrolkan, terutama tentang dunia kepnulisan di GK yang ternyata banyak yang masih belum terungkap. Ada mimpi yang sama, tujuan yang ternyata bisa beriringan. Hal itu membuat semangat saya tersiram kembali. Bahkan beliau mengatur pertemuan dengan pihak pemerintah daerah. Walhasil, saya diberi kesempatan untuk bertemu 'sowan' dengan Bapak Wakil Bupati Gunungkidul, Bpk H. Imawan Wahyudi... sesuatu yang seblumnya tidak terpikirkan oleh saya.

Ehm... dulu pernah terlintas ingin mengirim buku-buku saya kepada pemerintah daerah, tapi saya tidak berani. Saya khawatir dianggap melenceng dari tujuan saya menulis. Tapi saat ini fakta yang saya temui tidak seperti pikiran sempit saya dulu. Setelah banyak berbincang dengan Pak WaBup saya terrmotivasi lagi dan diberikan kesempatan menyampaikan aspirasi yang sudah lama mengendap di hati dan otak saya :) Itulah kenapa saya akhirnya kembali sadar, banyak jalan menuju mimpi-mimpi itu. Dukungan dari pihak pemerintah yang tentunya tidak lepas dari kemaslahatan orang banyak ternyata juga 'penting'. Sangat penting bahkan, karena mereka mampu menjadi jembatan yang akhirnya bisa membantu para penulis GK yang selama ini 'mute'  menjadi penulis yang bisa membagi 'obrolan' atau 'ilmu' kepada calon-calon penulis hebat di GK. Jembatan itu mungkin mempunyai banyak fungsi yang bisa menaikkan level kepenulisan para penulis yang sebenarnya dimiliki Gunungkidul. Menggali potensi emas yang sejauh ini masih tersembunyi. Maybe... ya itu mungkin sekali, who knows? 
Bukankah ada pepatah bilang 'there is wish, there is a way'  *baca di buku tulis sidu*  dan akhirnya... aku kembali fresh, semangat ini muncul berkat banyak hal baru yang saya dapatkan dari sekian orang hebat yang saya temui.

Itulah kenapa, penulis juga perlu orang lain, perlu bergaul, perlu lingkungan dan perlu lebih sensitif, sehingga akan banyak yang bisa kita ambil atau bagi kepada siapa saja dan di mana saja kita bernaung. Ya... semangat, sesuatu yang saya butuhkan saat ini, ketika mimpi-mimpi mulai berproses menjadi sesuatu yang nyata. Panjang sekali bukan... edisi kangen-kangenan dan potret yang berhasil menjadi reminding buat saya di blog kali ini. Ini karena saya sudah punya semangat lagi :)  dan semoga bisa menularkan semangat ini kepada teman-teman. Jika tidak menulis kita mau ngapain coba?

Hehe... bangkitkan penamu! 


Salam Kangen,
Mell 'Rma Shaliha.





Senin, 07 April 2014

Jepretan Penerbit Indiva dengan saya :)

MEMBACA BUDAYA CHINA, BERBUAH KARYA

Wawancara dengan Mell Shaliha, Penulis Novel The Dream in Taipei City
Oleh: Ayoe
Mell Shaliha_featured image
Semilir angin membuai dedaunan hingga terlihat liuk-liuknya
Tanah perlahan mengeras karena air enggan bertandang
Hawa panas bergelut dengan sejuk oksigen hasil racikan asam arang dan air
Matahari tetap menjadi pemeran utama
Pelaku nomor satu
Dia tak tergantikan
*penulis sebenarnya ingin membuat puisi seputar Gunung Kidul, tapi kok malah terkesan ngalor-ngidul #plak.
* * *
Assalamu’alaikum Indivalovers,
Kali ini penulis akan mengupas tuntas tentang seorang penulis berbakat yang biasa dipanggil Mell. Nama penanya Mell Shaliha. Tahu dong ya? Itu tuh yang meracik novel The Dream In Taipei City yang baru diterbitkan sebulan, sudah cetak ulang. Tak kenal maka ta’aruf *hehe.. kenalan dulu yuk sama Mbak Mell. *sodorin tangan.
Penulis yang mempunyai nama asli Ermawati ini berasal dari sebuah daerah yang “katanya” berada di atas kota Jogja, belum pelosok dan tidak susah air, Gunung Kidul. Seusai lulus SMK Perhotelan, Mell bekerja selama setahun menjadi SPG di salah satu mall di Jogja. Namun karena penghasilannya belum cukup untuk merealisasikan mimpinya untuk kuliah dengan biaya sendiri, akhirnya Mell nekad kerja di luar negeri.
Selain karena dorongan pendidikan, Mell juga didorong untuk mencari pengalaman lebih. Mell ingin mempraktikkan bahasa Inggris dengan orang asing. Mell berhasil menginjakkan kaki di negeri Cina dan berhasil mewujudkan keinginan terpendamnya, ingin bertemu dengan Andy Lau alias Yoko dan ingin bertemu dengan Bibi Leung. *Hahaha… ada-ada saja.
Tak tanggung-tanggung, Mell bekerja di Hongkong sejak tahun 2004 sampai awal tahun 2010, enam tahun. Pekerjaannya? Sama halnya dengan buruh migran lainnya, yakni menjadi pembantu rumah tangga. Eits, tapi jangan salah. Biarpun hanya menjadi PRT dan hanya lulusan SMK, daya gedor Mell dalam hal tulis-menulis itu sungguh sangat luar biasa. Coba deh cek hasil karya Mell, berapa judul novel yang sudah dituliskan tangan emasnya? Banyak kan?
Nah, balik lagi ke cerita Mell ketika masih bekerja di Hongkong. “Alhamdulillah di Hongkong saya dapat employer yang demokratis, mengizinkan saya berjilbab dan beribadah, itu tidak sama dengan BMI (Buruh Migran Indonesia) lain, Mbak. Jadi saya pikir itulah jalan Allah untuk saya.” Jawab Mell ketika ditanya soal pengalamannya bekerja di sana.
Mell melanjutkan ceritanya, “Pengalaman kerja di luar negeri jelas berat. Saya harus bisa membagi waktu dengan baik. Orang Hongkong tidak suka dengan keterlambatan, sangat detail dan disiplin dalam segala hal. Dalam 24 jam, saya kadang hanya tidur 4-5 jam. Karena pekerjaan saya super banget, saya harus mengurus dua anak yang masih SD. Segala  keperluan belajar dan kesehariannya tidak boleh luput dari perhatian. Dan repotnya, saya harus mendampingi kegiatan belajar hingga mengerjakan PR. Orang Hongkong tidak selalu bisa berbahasa Inggris, jadi saya harus mengajari anak-anak untuk itu. Saya akan dihukum jika menggunakan bahasa nasional Hongkong dengan anak-anak (Kantonis), karena mereka harus bisa berbahasa Inggris dengan baik.
Di sisi lain, saya juga merawat nenek yang usianya 92 tahun dalam satu rumah juga. Nenek tidak bisa berbahasa Inggris, jadi saya harus menggunakan dua bahasa setiap hari (tapi ada untungnya jadi terbiasa dengan bahasa Cina). Pekerjaan lain adalah pekerjaan rumah, tau kan? Membuat sarapan wajib, mengurus seragam anak, membantu nenek sarapan, mencuci, bersih-bersih all room every day, belanja ke pasar, memasak, memandikan nenek, mengantar anak-anak les di luar kegiatan sekolah dan mengepel dua kali dalam sehari. *jangan dibayangin. Kadang saya menulis setelah jam 12 malam selama 1-2 jam.
Jika Deadline (karena saya dipilih menjadi kontributor tabloid dwi mingguan  yang terbit di Hongkong sejak 2007 sampai sekarang) saya tidur hanya 2 jam saja. Saya pergi liputan dan ke forum jika hari minggu, itu juga libur saya dua minggu sekali. Liputan mendadak, misal ada BMI yang bunuh diri, saya harus bisa mencuri waktu dan kabur untuk liputan ke TKP. Sebenarnya majikan tahu saya suka kabur dan menitipkan nenek duduk di mall sementara anak-anak sekolah, tapi mereka tidak pernah protes karena takut saya pulang Indonesia.”
Pengalaman  yang sangat super tersebut nyatanya mampu menjadikan sosok Mell yang sekarang. Sekarang, masuk ke proses kreatif, ya? Mell mengaku pernah mengikuti training kepenulisan. Setahun bisa sekali sampai dua kali saat FLP Hongkong mengadakan workshop, selebihnya sharing dengan teman-teman FLP, dan banyak membaca buku.
Ketika ditanya apa yang memotivasinya hingga keluarlah keinginan melahirkan karya, Mell menjawab dengan jujur. “Jika saya tidak bisa menjadi penulis, lantas mau jadi apa? Melihat teman-teman bisa meraih cita-cita menjadi guru (cita-cita saya dulu jadi guru bahasa) dan sukses dengan gelar mereka, saya terlecut untuk move on, mengambil jalan lain dan tidak mau setengah-setengah. Jadi saya terus belajar secara otodidak bagaimana mengolah ide menjadi cerita dengan banyak membaca karya orang lain, menonton (drama, berita, dll.), dan sharing.”
Lecutan motivasi Mell dalam merealisasikan mimpinya untuk menulis telah mengantarkannya melahirkan novel terbaru yang berjudul The Dream In Taipei City. Novel yang bersetting di Taiwan ini ternyata terinspirasi dari tokoh  drama Korea dan Taiwan. “Kebanyakan inspirasi saya memang dari cowok-cowok cakep mbak,”kelakarnya. “Pertama, saya harus menyukai tokoh dulu baru mencari inspirasi. Langkah selanjutnya adalah bagaimana biar saya bisa dekat dengan mereka secara invisible.” lanjutnya.
Pengalamannya selama 6 tahun di Hongkong tentunya sangat membekas dan hidup selamanya di benak seorang Mell. Mell paham situasi negara Cina, baik dari budaya dan keadaannya. Kepahamannya itulah yang menjadi latar dalam cerita sesuai pengalaman. Benar saja, mari kita lihat, hampir semua karya Mell berbau Cina. *hmm… penulis manggut-manggut.
Berbicara soal karya, novel pertama Mell yang berhasil terbit berjudul Xie Xie N De Ai (Hongkong, Terima kasih Untuk Cintamu). Novel ini terbit tahun 2011 dan berhasil cetak ulang. Kesuksesannya di novel pertamanya ini membuat Mell semakin percaya diri untuk menghasilkan karya-karya lain.
Penghargaan yang berhasil Mell raih di antaranya: Juara 2 Menulis Esay kreatif FLPHK 2008, Juara 2 Lomba cipta puisi Tabloid Apa Kabar Indonesia 2008, dan Juara harapan 1 Lomba cerpen Lingkungan Hidup 2008.
Terakhir, pesan Mell untuk u teman-teman yang sebenarnya jago nulis, tetapi belum mau menuliskannya ke dalam sebuah karya, karena masih takut-takut, ini nih:
  • Percaya diri agar tidak malu disaat karya kita dibaca orang lain.
  •  Jangan menutup diri dari lingkungan dan lebih baik banyak bergaul serta belajar dari semua peristiwa yang selalu kita jumpai.
  • Jangan takut kritikan. Siapkan mental saat tulisan kita ditolak, berpikir positif terhadap masukan dari orang lain/pembaca, karena itu juga demi kemajuan karya kita.
  • Menjaga hubungan baik dengan penerbit, editor, lingkungan, dan bersaing secara smart dengan sesama penulis. Juga, bergabung dalam komunitas kepenulisan baik melalui media maupun langsung.
  •   Terapkan jam terbang setiap hari untuk menulis.
Sip bin yahud bukan? Dengan membaca budaya Cina, Mell mampu melahirkan karya. Terima kasih Mbak Mell atas waktunya. Semoga sukses selalu dan istiqomah berkarya.:-)
Wassalamu’alaikum