Jumat, 13 Juli 2012

KELUARGAKU TAK SUKA MEMBACA

 CURCOL            

        Sebagai seorang penulis pemula yang baru saja masuk kancah kepenulisan, rasanya seneng... banget yaa bila tulisan kita dibaca banyak orang. Apalagi saat menghasilkan karya dan diterbitkan suatu media, ada kepuasan jiwa yang mencambuk semangat untuk menulis lebih tekun lagi. Namun lebih besar lagi keinginan saya agar karya saya juga dibaca oleh orang tua dan keluarga, tapi rasanya itu sulit. Ketika mengabarkan kepada mereka bahwa karya saya akhirnya berhasil menembus media, semangat saya berapi-api. Mereka pun mengucapkan hamdalah dan selamat kepada saya, namun hal itu berhenti sampai di situ saja. Padahal ingin sekali mereka lalu bersemangat untuk membaca karya saja. Meski hanya sebuah puisi atau cerita pendek saja.
       Aahh...reaksi mereka terkadang hanya membuat saya lalu menundukkan kepala, kecewa berat. Padahal  proses dalam membuat karya sederhana saya itu tetap sangat berat dan butuh waktu yang tidak pendek, secara saya masih penulis pemula banget. Apalagi untuk sebuah novel, saya butuh banyak belajar, membaca, mempelajari, mendiskusikan dengan orang lain bahkan survei setting jika memungkinkan. Hal itu merupakan perjuangan yang tidak mudah. butuh waktu 1 sampai 2 tahun untuk menulis sebuah novel saja. Belum lagi memperjuangkan pengiriman ke penerbit, masih butuh berbulan-bulan menunggu jawaban dan kepastian terbit. Namun, sepertinya keluarga masih tak begitu menghiraukan, seperti apa sih karya saya? Ngomongin apa sih saya sampai novel saya beratus-ratus halaman? 
   Nggak mikir. Mereka menurut saya nggak sampai terpikir bahwa saya melakukan ini dan memperjuangkan proses ini bukan untuk saya sendiri, tapi juga untuk mereka, seluruh keluarga. Bukan hanya soal materi, tapi saya juga mempersembahkan buah pena saya sebagai ucapan syukur dan terima kasih kepada seluruh keluarga atas segala kasih sayang yang telah mereka berikan, but it's not simple. Untuk membuka hasil karya saya mereka rasanya berat sekali. 
       Lalu sempat terpikir dalam benak saya, bagaimana orang lain akan berminat membaca karya-karya saya sedangkan keluarga saya sendiri tidak suka membacanya. Kenapa saya harus mengompori orang lain untuk membeli dan membaca novel saya sedangkan saya sama sekali tidak bisa mempengaruhi keluarga saya untuk mau membaca, tanpa membeli ????
Tapi untungnya pemikiran itu segera lenyap dari benak saya, saat kondisi yang sudah mulai kondusif mendukung saya. Ternyata novel perdana saya yang berjudul Xie Xie Ni De Ai tembus di pasaran hingga memasuki cetakan ke dua. Meski isinya masih sangat sederhana dan hanya mengelola pengalaman pribadi dan teman-teman, namun penerbit berhasil memasarkannya di deretan best seller setelah tiga bulan naik cetak yang pertama.
         Sangat bersyukur. Syukur yang tak terhingga, karena semua atas campur tangan Allah Subhanahu wata'ala yang artinya Dia memberikan jalan yang baik dan keluasan rizki pada saya di dunia kepenulisan yang baru saja saya mulai. Lalu saya membuka lagi novel saya itu, hehe... rasanya mau muntah juga membacanya ulang. Ternyata saya adalah penulis yang super lebai dan cerita saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penulis-penulis disekitar saya. Tapi ya biar saja, toh sudah laku di penerbit major dan dijual nasional *membela diri. 
          Dengan adanya cetak ulang itu, saya mengabarkan kembali kepada keluarga saya. Mereka dengan senyum sumringah mengucapkan selamat berkali-kali. Lalu saya sodorkan kembali novel saya dengan paksa, "Niih, apakah kalian semua tidak ingin membaca novel ini?" 
Lalu malah bapak yang kemudian minta diambilkan kaca mata. Deg Degan rasanya. Setelah membaca halaman awal ^halaman persembahan, tiba-tiba bapak mencopot kaca matanya. Saya hanya diam menunggu komentarnya. Ehh... malah mengusap-usap mata, aku mendekatinya dan bertanya, gimana kira-kira, tertarik nggak?
       Duuuh...berabe... bapak malah menangis dan nggak bisa menjawab apa-apa. Saya agak panik, tapi juga penasaran, apa yang membuat bapak mengusap mata. Apakah karena sakit dan gak kuat baca buku yang panjang dan tebal? Tapi kok malah semakin banyak air mata yang keluar. Lalu saya lari nyari ibu dan adik saya, ternyata... saya baru ngeh, kalau ternyata bapak terharu. Bapak bangga karena ternyata saya bisa mewujudkan hal yang menurut kami itu sulit untuk dijangkau. Bahwa saya bisa mempunyai buku sendiri, menulis secara utuh dan berproses dengan susah payah. Yah, walau sekali lagi dan berulang kali hasilnya masih jauh dibanding penulis-penulis yang sudah menjadi penyemangat saya. Yang terpenting saya sudah mencoba dan titik keberasilan mulai terlihat.
         Setelah kejadian itu, mereka baru paham, bahwa saya "serius" dalam mengasah bakat yang sebenarnya sangat tipis ini. Dan mereka mulai 'mau' menghargai karya saya.

Wah panjang juga yaa... baru belajar nge-blog dan belum jadi... berusaha terus yaa kawan-kawan...

semangat!!
Kartasura 13072012
Mells.

6 komentar:

  1. Keluarga maunya duitnya aja, wkwkwkwk...
    keluargaku jg gitu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aiiih mbak Leyla iyah bener banget mbak :D tapi akhirnya yaa kupaksa juga :D

      Hapus
  2. Lebih perjuangan lagi kalau buku kita diterbitkan secara Indie Mell :) *pengalaman*

    Kalau via penerbit major enaknya kita gak begitu ngoyo untuk promosi, kalau Indie, kalau kita yang gak semangat promosi, ya buku gak bakalan tersebar.

    Terpenting, bukan sekedar materi yang kita harapan tetapi seberapa bermanfaatkah buku yang kita tulis untuk pembacanya? Sayang banget kalau kita udah capek mikir dan menuangkannya kedalam tulisan tapi gak dapat hasil apa-apa buat pembacanya.

    Semangat menulis mell :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener juga Von, maka dari itu aku ga pernah berani menjoba secara indie...soalnya aku gak pandai marketing... hihi...semangat juga von :D

      Hapus
  3. keluargaku...mmm...mama ola lum punya buku.hehehe..tapi alhamdulillah...saat tembus antologynya mbak ela, pak nas bangga bangeddd...alhamdulillah...gimana punya buku yak.xixixi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum punya buku tapi ngeblognya top, waah bikin iri tuh mama Ola.. pingin belajar semuanya deh...untung ada BAW yang mempertemukan saya dgn mama Olah dan senior-senior lain..

      Makasi mama Ola...

      Hapus