Tentang Perjalanan Menulis dan jatuh bangunnya SAYA akhir-akhir ini :)
Lama
sekali nggak nulis di blog. Terlalu banyak alasan yang tidak sanggup
saya katakan :) lebay. Well, tapi selama kurang lebih setahun ini (2014)
sejak novel saya yang ke-7 terbit, saya beberapa kali diberi kesempatan
oleh penerbit untuk berbagi pengalaman dan inspirasi di bookfair dan
acara yang diadakan oleh penerbit. Alhamdulillah sekali, banyak teman
yang saya jumpai dan tentu pengalaman mengesankan seputar kegigihan
menulis yang kami semua sedang pelajari dan tekuni saat ini. Ada banyak
pertanyaan yang harus saya jawab dan sedikit ilmu yang perlu saya bagi.
Saya berharap hasilnya mengesankan dan berdampak positif untuk mereka
semua.
Oh
ya, kemana saja saya selama ini? Ada beberapa tempat yang membuat saya
bangga mendatanginya. Pertama, saya diberi kesempatan membedah buku dan
sharing inspirasi di Jogja Islamic Bookfair yang diadakan di Gor UNY dan
di Toko Buku Togamas Jogja yang saat itu dipandu oleh senior seekaligus
CEO Penerbit Indiva Media Kreasi (solo) Mbak Afifah Afra. Kesempatan
berikutnya adalah di kampus besar yang seleama ini hanya menjadi impian
saya. Akhirnya saya bisa masuk ke kampus UGM dalam undangan special dari
teman-teman FLP Jogja bersama salah satu penulis muda yang humoris
Ukhti Arkandini Leo.
Kesempatan
selanjutnya sama sekali tak terduga. Salah satu kawan dari FLP JOgja
berkenan mengundang saya untuk mengisi bedah buku karya penulis cilik
yang luar biasa di Perpustakaan Kota Jogjakarta. Saat itu saya bersama
Mas Lido dan Mbak Yova Tri Yolanda Mahasiswi Fak Psikologi UGM yang
keduanya juga tergabung dalam FLP Jogja. Semangat saya semakin memuncak
ketika melihat para penulis cilik yang sangat berbakat dan patut
diacungi jempol. Melihat mereka, saya jadi merasa sudah sangat terlambat
dalam berkarya.
Dan
kesempatan istimewa lain yang diberikan penerbit Indiva adalah ketika
saya diundang untuk sharing pengalaman di UNS. Saat itu saya bersama
penulis senior tanah air yang saya kagumi, mbak Sinta Yudhisia. Akhirnya
dari dunia kepenulisan yang saya tekuni, saya mulai bisa bertemu dengan
para penulis favorit saya satu per satu. Tentu saja pengalaman itu
sangat berharga dan tidak dapat dinilai dengan harga berapapun.
Tapi...
tentu saja saya sempat mengalami satu titik terjenuh selama menekuni
dunia kepenulisan. Yaitu saat saya gagal dalam mengikuti lomba menulis
novel. Dua kali tepatnya saya pernah mengikuti lomba novel. Dulu sekali,
pertama waktu saya nekat mengirim novel perdana ke ajang lomba di salah
satu penerbit di Jogja sekitar tahun 2008-2009. Saya gagal untuk
pertama kalinya dengan harus berpuas di 30 besar. Tapi, karena itu event
pertama, saya sudah cukup bangga bisa lolos hingga 30 besar. Tidak ada
kata putus asa waktu itu, karena saya masih sangat pemula. Dan akhirnya
novel itu masuk di penerbit mayor di Jogja. sungguh kemenangan lain yang
Allah sediakan untuk saya. Namun, jalan tidak selalunya mulus. Saya
sering kali gagal di ajang lomba cerpen maupun puisi. Rasa down mulai
lebih 'berat' terasa. Mungkin... karena saya merasa naskah saya sudah
bagus, mungkin ada kesombongan yang tidak saya sadari ketika saya merasa
sudah 'bisa' menulis. Sehingga saya justru tidak mampu menahan
kekecewaan saya saat menghadapi kegagalan.
Pengalaman
pahit itu terulang lagi tahun ini. Saya mengikuti lomba novel untuk
ke-dua kalinya. Dan... hasilnya sama, saya mengalami kegagalan di 20
besar seleksinya. Dan lagi-lagi saya amat sangat kecewa.
Berminggu-minggu saya hanya sibuk merenung tanpa menyentuh naskah saya
lagi sama sekali. Bahkan saya merasa bosan, lelah dan tertekan (karena
sengaja nggak nulis). Semangat saya mulai luntur. Sebal dengan prestasi
teman yang semakin terlihat meninggi di status2 yang saya baca, sedang
saya merasa stagnan. Tidak bergerak. Saya berpikir bagaimana agar
semangat saya kembali seeprti kemarin, menulis dan tidak pernah
berhenti. Saya kembali bermalasan dengan alasan mencari semangat yang
hilang. Kegiatan nonton DraKor kembali menggila, hingga akhirnya saya
tertohok dengan semua kisah dalam cerita yang saya tonton. Muncul
berbagai pertanyaan :
- Bagaimana orang-orang itu menulis cerita dengan alur yang bagus
- Bagaimana agar cerita saya membawa dampak yang luar biasa seperti apa yang saya rasakan setelah menonton film-film itu.
- Bagaimana saya tidak bisa, sedangkan mereka bisa membuat cerita yang lain dan beragam.
Dan
banyak lagi yang saya renungkan. Mungkin, pikiran saya terlalu tinggi
untuk penulis amatir seperti saya ini, tapi itulah mimpi besar saya,
untuk bisa membuat cerita yang berdampak (positif) bagi pembaca. Saya
tidak ingin menulis yang "itu-itu" saja, saya ingin keluar dari zona
yang saya banggakan selama ini, tapi saya sadar, semua butuh proses yang
panjang. Dan tentu saja, perjuangan saya masih jaauuhh dibanding
teman-teman. Wajar, kalau akhirnya saya masih diam dadn gigit jari
melihat prestasi mereka.
Suntikan
semangat, itulah kenapa saya selalu butuh orang lain. Ya, saya butuh
teman. Dan Allah memberikan jalan yang akhirnya kembali menggugah saya
untuk berdiri lebih tegak dan berjalan dengan kaki yang lebih kuat.
Seorang teman lama, teman gokil yang tidak saya duga mengirim sebuah
pesan di inbox tanpa basa-basi. Panggil saja di Denni. Dia mengabarkan
bahwa dia menceritakan tentang saya pada seorang dosen bimteknya di UT.
Aku agak heran juga, kok tiba2 temanku itu cerita soal aku. Yang lebih
kaget lagi ketika dia bilang aku seorang penulis (jujur, saya kira dia
malah nggak tahu kalau saya suka nulis). Tapi itulah mungkin jalan
pertemanan yang akhirnya melebarkan sayap mimpi saya yang lain. Saya
dipertemukan dengan Ibu Yuni Wijayanto, seorang Librarian yang mengabdi
di KPAD Gunungkidul. Bahkan beliau berkunjung ke rumah, banyak hal yang
kami obrolkan, terutama tentang dunia kepnulisan di GK yang ternyata
banyak yang masih belum terungkap. Ada mimpi yang sama, tujuan yang
ternyata bisa beriringan. Hal itu membuat semangat saya tersiram
kembali. Bahkan beliau mengatur pertemuan dengan pihak pemerintah
daerah. Walhasil, saya diberi kesempatan untuk bertemu 'sowan' dengan
Bapak Wakil Bupati Gunungkidul, Bpk H. Imawan Wahyudi... sesuatu yang
seblumnya tidak terpikirkan oleh saya.
Ehm...
dulu pernah terlintas ingin mengirim buku-buku saya kepada pemerintah
daerah, tapi saya tidak berani. Saya khawatir dianggap melenceng dari
tujuan saya menulis. Tapi saat ini fakta yang saya temui tidak seperti
pikiran sempit saya dulu. Setelah banyak berbincang dengan Pak WaBup
saya terrmotivasi lagi dan diberikan kesempatan menyampaikan aspirasi
yang sudah lama mengendap di hati dan otak saya :) Itulah kenapa saya
akhirnya kembali sadar, banyak jalan menuju mimpi-mimpi itu. Dukungan
dari pihak pemerintah yang tentunya tidak lepas dari kemaslahatan orang
banyak ternyata juga 'penting'. Sangat penting bahkan, karena mereka
mampu menjadi jembatan yang akhirnya bisa membantu para penulis GK yang
selama ini 'mute' menjadi penulis yang bisa membagi 'obrolan' atau
'ilmu' kepada calon-calon penulis hebat di GK. Jembatan itu mungkin
mempunyai banyak fungsi yang bisa menaikkan level kepenulisan para
penulis yang sebenarnya dimiliki Gunungkidul. Menggali potensi emas yang
sejauh ini masih tersembunyi. Maybe... ya itu mungkin sekali, who knows?
Bukankah
ada pepatah bilang 'there is wish, there is a way' *baca di buku tulis
sidu* dan akhirnya... aku kembali fresh, semangat ini muncul berkat
banyak hal baru yang saya dapatkan dari sekian orang hebat yang saya
temui.
Itulah
kenapa, penulis juga perlu orang lain, perlu bergaul, perlu lingkungan
dan perlu lebih sensitif, sehingga akan banyak yang bisa kita ambil atau
bagi kepada siapa saja dan di mana saja kita bernaung. Ya... semangat,
sesuatu yang saya butuhkan saat ini, ketika mimpi-mimpi mulai berproses
menjadi sesuatu yang nyata. Panjang sekali bukan... edisi
kangen-kangenan dan potret yang berhasil menjadi reminding buat saya di
blog kali ini. Ini karena saya sudah punya semangat lagi :) dan semoga
bisa menularkan semangat ini kepada teman-teman. Jika tidak menulis kita
mau ngapain coba?
Hehe... bangkitkan penamu!
Salam Kangen,
Mell 'Rma Shaliha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar