Senin, 07 April 2014

Jepretan Penerbit Indiva dengan saya :)

MEMBACA BUDAYA CHINA, BERBUAH KARYA

Wawancara dengan Mell Shaliha, Penulis Novel The Dream in Taipei City
Oleh: Ayoe
Mell Shaliha_featured image
Semilir angin membuai dedaunan hingga terlihat liuk-liuknya
Tanah perlahan mengeras karena air enggan bertandang
Hawa panas bergelut dengan sejuk oksigen hasil racikan asam arang dan air
Matahari tetap menjadi pemeran utama
Pelaku nomor satu
Dia tak tergantikan
*penulis sebenarnya ingin membuat puisi seputar Gunung Kidul, tapi kok malah terkesan ngalor-ngidul #plak.
* * *
Assalamu’alaikum Indivalovers,
Kali ini penulis akan mengupas tuntas tentang seorang penulis berbakat yang biasa dipanggil Mell. Nama penanya Mell Shaliha. Tahu dong ya? Itu tuh yang meracik novel The Dream In Taipei City yang baru diterbitkan sebulan, sudah cetak ulang. Tak kenal maka ta’aruf *hehe.. kenalan dulu yuk sama Mbak Mell. *sodorin tangan.
Penulis yang mempunyai nama asli Ermawati ini berasal dari sebuah daerah yang “katanya” berada di atas kota Jogja, belum pelosok dan tidak susah air, Gunung Kidul. Seusai lulus SMK Perhotelan, Mell bekerja selama setahun menjadi SPG di salah satu mall di Jogja. Namun karena penghasilannya belum cukup untuk merealisasikan mimpinya untuk kuliah dengan biaya sendiri, akhirnya Mell nekad kerja di luar negeri.
Selain karena dorongan pendidikan, Mell juga didorong untuk mencari pengalaman lebih. Mell ingin mempraktikkan bahasa Inggris dengan orang asing. Mell berhasil menginjakkan kaki di negeri Cina dan berhasil mewujudkan keinginan terpendamnya, ingin bertemu dengan Andy Lau alias Yoko dan ingin bertemu dengan Bibi Leung. *Hahaha… ada-ada saja.
Tak tanggung-tanggung, Mell bekerja di Hongkong sejak tahun 2004 sampai awal tahun 2010, enam tahun. Pekerjaannya? Sama halnya dengan buruh migran lainnya, yakni menjadi pembantu rumah tangga. Eits, tapi jangan salah. Biarpun hanya menjadi PRT dan hanya lulusan SMK, daya gedor Mell dalam hal tulis-menulis itu sungguh sangat luar biasa. Coba deh cek hasil karya Mell, berapa judul novel yang sudah dituliskan tangan emasnya? Banyak kan?
Nah, balik lagi ke cerita Mell ketika masih bekerja di Hongkong. “Alhamdulillah di Hongkong saya dapat employer yang demokratis, mengizinkan saya berjilbab dan beribadah, itu tidak sama dengan BMI (Buruh Migran Indonesia) lain, Mbak. Jadi saya pikir itulah jalan Allah untuk saya.” Jawab Mell ketika ditanya soal pengalamannya bekerja di sana.
Mell melanjutkan ceritanya, “Pengalaman kerja di luar negeri jelas berat. Saya harus bisa membagi waktu dengan baik. Orang Hongkong tidak suka dengan keterlambatan, sangat detail dan disiplin dalam segala hal. Dalam 24 jam, saya kadang hanya tidur 4-5 jam. Karena pekerjaan saya super banget, saya harus mengurus dua anak yang masih SD. Segala  keperluan belajar dan kesehariannya tidak boleh luput dari perhatian. Dan repotnya, saya harus mendampingi kegiatan belajar hingga mengerjakan PR. Orang Hongkong tidak selalu bisa berbahasa Inggris, jadi saya harus mengajari anak-anak untuk itu. Saya akan dihukum jika menggunakan bahasa nasional Hongkong dengan anak-anak (Kantonis), karena mereka harus bisa berbahasa Inggris dengan baik.
Di sisi lain, saya juga merawat nenek yang usianya 92 tahun dalam satu rumah juga. Nenek tidak bisa berbahasa Inggris, jadi saya harus menggunakan dua bahasa setiap hari (tapi ada untungnya jadi terbiasa dengan bahasa Cina). Pekerjaan lain adalah pekerjaan rumah, tau kan? Membuat sarapan wajib, mengurus seragam anak, membantu nenek sarapan, mencuci, bersih-bersih all room every day, belanja ke pasar, memasak, memandikan nenek, mengantar anak-anak les di luar kegiatan sekolah dan mengepel dua kali dalam sehari. *jangan dibayangin. Kadang saya menulis setelah jam 12 malam selama 1-2 jam.
Jika Deadline (karena saya dipilih menjadi kontributor tabloid dwi mingguan  yang terbit di Hongkong sejak 2007 sampai sekarang) saya tidur hanya 2 jam saja. Saya pergi liputan dan ke forum jika hari minggu, itu juga libur saya dua minggu sekali. Liputan mendadak, misal ada BMI yang bunuh diri, saya harus bisa mencuri waktu dan kabur untuk liputan ke TKP. Sebenarnya majikan tahu saya suka kabur dan menitipkan nenek duduk di mall sementara anak-anak sekolah, tapi mereka tidak pernah protes karena takut saya pulang Indonesia.”
Pengalaman  yang sangat super tersebut nyatanya mampu menjadikan sosok Mell yang sekarang. Sekarang, masuk ke proses kreatif, ya? Mell mengaku pernah mengikuti training kepenulisan. Setahun bisa sekali sampai dua kali saat FLP Hongkong mengadakan workshop, selebihnya sharing dengan teman-teman FLP, dan banyak membaca buku.
Ketika ditanya apa yang memotivasinya hingga keluarlah keinginan melahirkan karya, Mell menjawab dengan jujur. “Jika saya tidak bisa menjadi penulis, lantas mau jadi apa? Melihat teman-teman bisa meraih cita-cita menjadi guru (cita-cita saya dulu jadi guru bahasa) dan sukses dengan gelar mereka, saya terlecut untuk move on, mengambil jalan lain dan tidak mau setengah-setengah. Jadi saya terus belajar secara otodidak bagaimana mengolah ide menjadi cerita dengan banyak membaca karya orang lain, menonton (drama, berita, dll.), dan sharing.”
Lecutan motivasi Mell dalam merealisasikan mimpinya untuk menulis telah mengantarkannya melahirkan novel terbaru yang berjudul The Dream In Taipei City. Novel yang bersetting di Taiwan ini ternyata terinspirasi dari tokoh  drama Korea dan Taiwan. “Kebanyakan inspirasi saya memang dari cowok-cowok cakep mbak,”kelakarnya. “Pertama, saya harus menyukai tokoh dulu baru mencari inspirasi. Langkah selanjutnya adalah bagaimana biar saya bisa dekat dengan mereka secara invisible.” lanjutnya.
Pengalamannya selama 6 tahun di Hongkong tentunya sangat membekas dan hidup selamanya di benak seorang Mell. Mell paham situasi negara Cina, baik dari budaya dan keadaannya. Kepahamannya itulah yang menjadi latar dalam cerita sesuai pengalaman. Benar saja, mari kita lihat, hampir semua karya Mell berbau Cina. *hmm… penulis manggut-manggut.
Berbicara soal karya, novel pertama Mell yang berhasil terbit berjudul Xie Xie N De Ai (Hongkong, Terima kasih Untuk Cintamu). Novel ini terbit tahun 2011 dan berhasil cetak ulang. Kesuksesannya di novel pertamanya ini membuat Mell semakin percaya diri untuk menghasilkan karya-karya lain.
Penghargaan yang berhasil Mell raih di antaranya: Juara 2 Menulis Esay kreatif FLPHK 2008, Juara 2 Lomba cipta puisi Tabloid Apa Kabar Indonesia 2008, dan Juara harapan 1 Lomba cerpen Lingkungan Hidup 2008.
Terakhir, pesan Mell untuk u teman-teman yang sebenarnya jago nulis, tetapi belum mau menuliskannya ke dalam sebuah karya, karena masih takut-takut, ini nih:
  • Percaya diri agar tidak malu disaat karya kita dibaca orang lain.
  •  Jangan menutup diri dari lingkungan dan lebih baik banyak bergaul serta belajar dari semua peristiwa yang selalu kita jumpai.
  • Jangan takut kritikan. Siapkan mental saat tulisan kita ditolak, berpikir positif terhadap masukan dari orang lain/pembaca, karena itu juga demi kemajuan karya kita.
  • Menjaga hubungan baik dengan penerbit, editor, lingkungan, dan bersaing secara smart dengan sesama penulis. Juga, bergabung dalam komunitas kepenulisan baik melalui media maupun langsung.
  •   Terapkan jam terbang setiap hari untuk menulis.
Sip bin yahud bukan? Dengan membaca budaya Cina, Mell mampu melahirkan karya. Terima kasih Mbak Mell atas waktunya. Semoga sukses selalu dan istiqomah berkarya.:-)
Wassalamu’alaikum

Jumat, 04 April 2014

Review dari Senior, Mbak Leyla Imtichanah TDITC

Menggapai Mimpi di Taipei


Judul: The Dream in Taipei City
Penulis: Mell Shaliha
Penerbit: Indiva
Jumlah Halaman: 360
Tahun Terbit: Cetakan 1, Februari 2014
ISBN: 978-602-1614-16-7
                                                 
Ini novel ketiga Mell Shaliha yang saya baca dan kembali menampakkan ciri khas penulis yang pernah menjadi Buruh Migran Indonesia. Novel pertamanya, Xie Xie Ni De Ai dan Crying Winter juga memasukkan tokoh seorang BMI sebagai pemeran utama dan bersetting di Hongkong. Walaupun Ella Tan, tokoh utama di dalam novel ini bukanlah BMI, tetapi masih belum bisa dipisahkan dari bau-bau BMI, yaitu Ella adalah anak seorang mantan BMI yang menikah dengan anak pemuda Taipei. Berdasarkan perjanjian antara kedua orang tuanya, setelah usia Ella 18 tahun, Ella harus ikut ayahnya ke Taipei. Demi pendidikannya, Ella pun mengikuti ayahnya ke Taipei, tapi berjanji akan kembali ke ibunya di Indonesia. Ella baru berangkat ke Taiwan setelah berusia 22 tahun dan akan melanjutkan kuliah S2.


DI Taipei, Ella masuk ke kampus NTU, Universitas Nasional Taiwan. Sifatnya yang tergesa-gesa membuatnya bertabrakan dengan Mr. Yo, yang ternyata adalah dosennya. Dosen muda itu membuat Ella jatuh cinta, tapi hanya bisa dipendam karena Mr. Yo sudah berpacaran dengan Miss Wang. Ella nyaris tak tahu apakah dia lolos seleksi NTU karena surat kelulusannya ditahan oleh ibu tirinya. Untung ada Mr. Yo yang membantu menguruskan. Saat itu, Ella juga bertemu dengan Hae Yo, pemuda Korea yang juga baru akan masuk ke NTU. Mereka menjadi sahabat karena persamaan nasib.

Sebagai novel ketiga yang bersetting luar negeri, kali ini Mell Shaliha cukup banyak memperlihatkan setting luar negerinya itu (Taiwan). Kita diajak melihat aktivitas Ella di NTU, flat, kebiasaan-kebiasaan warga di sana, makanan-makanannya, dan sedikit bahasa Cina dan Korea. Gaya bercerita juga mengalir, lancar, sehingga mudah dihabiskan dalam sekali duduk (kalau tidak ada kesibukan lain). Nama Korea dan Taiwan yang dipilih juga tidak menyusahkan pembaca, seperti Mr. Yo, Miss Wang, Hae Yo, sehingga mudah diingat. Tak seperti kebanyakan novel Korea yang ditulis orang Indonesia, yang nama tokoh-tokohnya sulit dilafalkan oleh lidah Indonesia.

Walaupun inti dari kisah ini adalah tekad Ella untuk meraih mimpinya sebagai master dari NTU, tapi kesan yang lebih banyak ditangkap adalah kisah cinta Ella, Mr Yo, Miss Wang, dan Hae Yo. Kisah ibu Ella yang mantan BMI dan menikah dengan pemuda Taiwan juga kurang diangkat. Adegan Ella bertabrakan dengan Mr. Yo yang terjadi berkali-kali ini seolah mengingatkan kita pada adegan-adegan di drama Korea. Inspirasi didapat dari kerja keras mahasiswa Indonesia di Taiwan yang harus bekerja part time demi bisa membiayai hidup dan kuliahnya di Taiwan. Juga kebaikan para senior yang sukarela membimbing yuniornya, seperti Adrian, mahasiswa senior yang sudah akan lulus kuliah, tapi masih mau mengantar yuniornya ke mana-mana dalam rangka beradaptasi dengan NTU.

Kedekatan Ella dan Hae Yo yang berubah menjadi cinta, dikisahkan dengan halus sehingga tetap dalam koridor norma-norma kesopanan. Kamu yang butuh novel inspiratif remaja, perlu melirik novel berkover warna merah, warna kegemaran orang Tionghoa yang menyimbolkan keberuntungan ini. Dijamin gak rugi deh baca novel ini. Siapa tahu kamu tertarik juga ingin kuliah di Taipei. Telusuri dulu serba-serbi Universitas Nasional Taiwan yang menjadi setting utama novel ini. 

Rabu, 02 April 2014

Pengumuman Pemenang Kuis Give Away Novel TDITC

Assalamu’alykum… teng… teng… teng…!

Dear temen-teman semua,
Pastinya hari ini (02 April 2014) adalah hari yang ditunggu-tunggu kan? karena hari ini saya akan mengumumkan  3 pemenang kuis GA novel The Dream in Taipei City sesuai dengan yang saya janjikan. Dari seluruh peserta GA, semua mempunyai mimpi yang beragam dan bagus, namun juri memang harus memilih tiga mimpi yang paling special menurut penilaian juri.
Dan ketiga pemenang yang berhak mendapatkan masing-masing 1 eks Novel The Dream in Taipei City dan pulsa adalah :

1- Mimpi Paling Lucu : Amel Aura @meliarawr
2- Mimpi Paling Inspiratif : Linda Satibi @LindaSatibi
3- Mimpi paling menyentuh : Anis Puspita Sari @anispsari

Di samping ketiga pemenang utama, saya menambahkan dua pemenang favorit  dan mendapatkan hadiah hiburan berupa pulsa sebesar  Rp5000,00 dan diskon pembelian novel The Dream in Taipei City (setiap pembeliain langsung dengan saya) dengan harga  Rp 45.000,00 bebas ongkir untuk :

1.       Shabrina Ws
2.       Nawan Zha- @nawanzha

Demikian kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi kawan-kawan semua dan selamat untuk semua pemenang. Sebagai reward dan ucapan terima kasih saya kepada seluruh peserta, saya juga memberikan diskon khusus untuk  pembelian Novel TDITC  dengan harga Rp 45.000,00 (belum ongkir).
Dan bagi para pemenang (1-3) yang kami sebutkan untuk segera mengirimkan alamat lengkap  (untuk pengiriman buku) dan no. HP (Via DM atau Inbox saya) untuk pengiriman pulsa. Terima kasih atas partisipasinya kawan-kawan, semoga lain waktu ada kesempatan untuk berbagi kuis lagi.
Terima kasih dan semangat meraih mimpi masing-masing yaa… J

Wasalammu’alaykum…

Penulis, Juri, Sponsor.

Kamis, 20 Maret 2014

Kuis GA Novel The Dream In Taipei City

Ayo Simak Kuis GA di bawah ini : 


Salam teman-teman… bersamaan dengan terbitnya debut novel solo saya yang ke 6, kali ini saya mau mengadakan kuis GA yang disponsori oleh Penerbit Indiva Media Kreasi dan Sahabat baik saya Mbak Rantau Anggun. Karena novel saya berjudul The Dream In Taipei City, maka kuis GA kali ini tentu berhubungan dengan mimpi.
                Semua orang tentu memmpunyi mimpi, mimpi yang besar maupun mimpi-mimpi kecil. Dalam artian mimpi merupakan suatu keinginan atau cita-cita yang sangat diinginkan. Nah, pasti dalam pencapaian mimpi itu akan ada aral yang menghalangi usaha seseorang. Ada orang yang akhirnya gagal karena lebih memilih untuk menyerah. Banyak juga yang berhasil meraih mimpi karena usaha yang tidak pernah berhenti. Akan ada kemudahan di balik segala kesulitan. Orang yang berhasil akan percaya hal itu. Bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam. Naah, jadi kamu termasuk orang yang seperti apa?
                Kalau kamu adalah orang-orang yang tidak mudah menyerah dalam berusaha, ayoo…ikutan GA dengan syarat di bawah ini :

Follow akun twitter atau FB @mellshaliha / Mell Shaliha, @penerbitindiva, @RantauAnggun / Rantau Anggun,  juga dianjurkan untuk join blog ini www.mellswritingzone.blogspot.com
Bagikan info tentang kuis ini di dinding FB atau timeline twittermu dengan menyertakan link ( http://www.mellswritingzone.blogspot.com/2014/03/kuis-gift-away-novel-dream-in-taipei.html ) info lomba dari blog ini, jangan lupa mention @mellshaliha, @RantauAnggun dan @penerbitindiva.
1  Tuliskan satu paragraph saja catatan tentang mimpi kamu dengan memilih salah satu genre ini : mimpi romantis, serius/mengharukan atau sampaikan dengan selucu mungkin  di blog atau catatan facebook kamu, lalu cantumkan link-nya di kolom komentar di bawah ini dengan menyertakan nama akun twitter dan FB kamu.
2  Masing-masing peserta hanya boleh mengirimkan satu bentuk tulisan dengan hanya memilih satu genre di atas.
3  Tulisan tidak harus yang muluk-muluk, namun sederhana dan Jangan lupa gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
4  Sertakan juga cover novel The Dream in Taipei City dan alasanmu menginginkan novel ini. Agar lebih jelas gambarannya, kamu bisa baca terlebih dulu behind the scene novel TDITC atau sinopsisnya disini.
5  Periode kuis adalah dari tanggal (20 sampai 30 Maret 2014) dan insyaAllah pengumuman tanggal 02 April 2014.
6  3 (tiga) orang pemenang.akan mendapatkan masing-masing 1 (satu) buah novel The Dream in Taipei City by Penerbit Indiva Media Kreasi dan pemenang pertama di tambah Pulsa 20.000 dari Mbak Anggun dan saya, Pemenang 2 pulsa 10.000 dan pemenang 3 pulsa 5000.
    # Peserta kuis boleh dari dalam dan luar negeri, asalkan mempunyai alamat domisili Indonesia juga no. HP Indonesia yang bisa di hubungi.

    Oke teman-teman, jangan lupa yaa… pastikan mimpimu menarik dan menggugah agar orang lain tersemangati dengan apa yang kamu impikan.
     
Ditunggu yaa…   Selamat mengikuti…  :)

Salam hangat,

Mell Shaliha.

Rabu, 19 Maret 2014

Behind The Scene- Proses Penulisan Nove TDITC

Novel The Dream in Taipei City di balik layar :)

                Hai temans… makasih sudah bersedia mengunjungi blog saya.  Seperti sebelumnya, dalam setiap karya tentu selalu ada hal paling penting yang tidak bisa dilupakan, yaitu proses di balik layar yang penuh dengan warna warni  dan suka dukanya. Kali ini saya ingin sekedar berbagi kiat dan proses kepenulisan novel terbaru saya nih yang berjudul The Dream In Taipei City.
                Mungkin bisa dibilang novel saya kebanyakkan bersetting luar negeri, karena dari kelima novel solo yang saya tulis, hanya satu yang settingnya dalam negeri. Bukan apa-apa, bukan pamer (tidak ada yg bs saya pamerkan) dan bukan berniat ingin meneggelamkan kultur serta setting lokal yang tentu saja sangat bervariasi. Bukan dengan maksud itu, melainkan karena saya menulis selalu berawal dari mood. Bukankah sebuah awalan itu penting? Jadi, Jika mood saya dengan setting dan tokoh luar sudah  klop banget, saya langsung tulis saja. Jadi memang saya belum menjadi penulis professional sehingga semua tergantung dari keinginan saya pribadi. Tema apa yang ingin saya ulas saat itu, maka saya langsung menuliskannya.
                Namun, di sisi lain, saya juga ingin selalu menjadikan nama Indonesia dikenal dengan baik. Sifat dan perilaku tokoh lokal  yang berbeda dengan tokoh luar tentu saja itu menjadi pembanding yang sangat mencolok. Dan entah kenapa, selalu saja mucul pemikiran bahwa orang Indonesia tidak akan pernah kalah dengan orang asing. Bahkan di sisi yang pernah saya kupas di novel saya sebelumnya, saya ingin menunjukkan bahwa orang Indonesia justru bisa dijadikan contoh dalam bergaul. Mempunyai pandangan luas, bisa berkomunikasi dengan baik, bisa menyetarakan perbedaan dan tentu saja menjadi seseorang yang menonjol dalam urusan agama. Itulah beberapa alasan saya selalu memasukkan tokoh2 asing ke dalam crita.
                Nah, begitu juga dalam novel The Dream In Taipei City. Bahwa orang Indonesia yang selalu dicap lebih rendah dibanding orang2 dari negara maju yang lain justru menjadi maskot di negara asing. Seperti tokoh Ella. Dia mempunyai karakter yang polos, ceria dan sangat menyukai persahabatan. Sehingga banyak orang yang peduli padanya. Kepolosan dan ketulusan yang dia tanamkan dalam pergaulan di kampus yang baru saja ia jumpai maupun dalam keluarga, terutama hubungan dengan Ayahnya, menjadi peluangnya untuk maju. Pada saat ia mengalami kesulitanpun teman-temannya tak segan membantu, itulah sosok orang Indonesia yang ingin saya tonjolkan dalam cerita ini.
                Simpati dari teman dan seorang dosen tampan berhasil membantu Ella keluar dari kesulian, termasuk saat ia mengikuti ujian masuk di Nasional Taiwan University. Tokoh-tokoh lain merupakan hasil imajinasi saat saya menyukai karakter orang –orang di sekitar saya. Mereka membuat saya terinspirasi, oh… ternyata kehidupan mahasiswa seperti itu, kurang lebihnya saya tuangkan dalam tokoh Ella dan kawan-kawan.
Meida Sefira imprint Ella Tan
                Tokoh utama, Ella Tan adalah hasil olahan inspirasi dari tokoh Paquita, yaitu tokoh utama dalam novel remaja Come To Me Paquita (Syamiil 2006) yang penulisnya tak lain merupakan senior dan salah satu penulis novel remaja favoritku sejak SMA dulu, Mbak Leyla Imtichanah. *novel itu saya baca sekitar tahun 2007 saat saya masih merantau*. Saya mengambil sedikit sifat ceroboh Paquita dan menempelkanya pada sosok Ella yang dalam bayangan saya wajahnya artis muslimah Indonesia Meida SefiraJ. Meskipun alim Meida tampak ramah/mudah bergaul dan ceria.
Tiga tokoh lain merupakan hasil inspirasi dari kebiasaan saya nonton drama Korea dan Taiwan, tokoh-tokoh itu yang saya anggap pas dan saya merasa dekat dengan mereka. Ya-perasaan dekat sekali dengan tokoh dalam imajinasi saya sangat membantu saya menemukan ‘feel’ yang tepat saat proses penulisan. Di saat menulis, menurut saya sangat penting bagi saya untuk mencari ‘feel’ dari tokoh dan karakternya. Juga mood tentu saja. Saya masih bergantung ‘feel’ dan ‘mood’ dan kedua rasa ini  harus ada pada saat saya menulis.
Fero - imprint Adrian
Kang Min Hyuk -imprint Kim Hae Yo
Berikut ini beberapa tokoh artis yang menginspirasi saya. Kang Min Hyuk sebagai Kim Hae Yo karena saya suka gayanya yang unik dan apa adanya. Fero- artis Indonesia yang wajahnya cocok untuk nama Adrian. Wu Chun sebagai Marcell Yo yang merupakan actor Taiwan dan merupakan personil boyband fav saya dulu, sifatnya yang dewasa dan ramah merupakan alasan kenapa saya mengambilnya sebagai imprint hihi J , kemudian Miss Wang merupakan artis Taiwan bernama asli Ivy Chen. Begitulah bocoran cara menulis saya temans. Kadang saya menggunakan gambar mereka untuk melukiskan sifat yang ingin saya ceritakan dalam novel.

Ivy Chen- imprint Lily Wang
Wu Chun - imprint Marcell Yo





Proses Jatuh Bangun.

Dalam penulisan novel ini, membutuhkan waktu sekitar dua bulan lebih termasuk untuk editing. Pada awalnya novel ini akan saya ikutkan dalam lomba novel islami di salah satu penerbit nasional, sayang setelah penantian selama empat bulan tanpa keterangan, novel ini pun tidak masuk dalam 3 juara. Sedih… iya, sedih banget, tapi bukan berarti saya harus mundur.  Saya baca ulang lagi keseluruhan ceritanya. Ada beberapa cerita yang kemudian saya revisi, tidak banyak, namun setelah saya baca ulang saya merasa perubahan sedikit akan lebih baik. Dan tepat setelah lima bulan teratung-katung, saya memutuskan mengirimkan kembali ke salah satu penerbit yang selama ini buku-bukunya mengisi koleksi di rak saya.
Awalnya saya sempat ragu. Sangat ragu, karena semua penulis senior yang saya tahu penerbit itulah yang menerbitkan buku-buku mereka. Dan keraguan itupun saya tepis, kalau jodoh tidak akan salah, pikir saya. Saya mulai dari membuka blognya dan mengirimkan via blog dengan mengisi format. Sekitar 1 minggu belum ada konfirmasi. Ahh…rasanya nggak sabar…banget. Kemudian saya lempar lagi melalui email yang saya dapat dari buku senior saya itu. Dan… dengan sujud syukur saya bersimpuh atas diterimanya novel saya di penrbit itu.
Melalui Email… novel saya dijawab dengan sangat baik dan Alhamdulillah proses berlanjut hingga novel ini benar-benar terbit tanpa revisi lagi. Penerbit itu adalah penerbit Indiva Media Kreasi. Sudah lama saya memimpikan untuk menjadi bagian dari penulis di penerbit ini dan meski saya masih bukan apa-apa, akhirnya saya bisa diterima.
Tepat di tanggal 20 feb 2014, novel saya terbit. Dan perjuangan saya belum berakhir. Karena saya masih harus terus berdoa agar novel saya bisa diterima pembaca. Bermanfaat dan bisa menghibur, syukur bisa menginspirasi orang lain, amin. 
Terakhir… saya mengucapkan terima kasih untuk penerbit Indiva dan seluruh Kru, juga editor dan mimin. Terima kasih atas kesempatan dan perhatiannya.
Saya juga berharap teman-teman tidak menyerah. Menulis memang tidak mudah, apalagi mencari jodoh penerbit, semua butuh perjuangan keras, kesabaran, keikhlasan dan doa yang tidak pernah berhenti.
Penulis itu perjuangannya tidak akan pernah usai, jadi jangan berhenti di sini.
Semoga sharing saya yang sebagai penulis pemula ini bisa bermanfaat buat teman-teman. Banyak cara lain untuk menumbuhkan imajinasi. Dan bisa atau tidaknya kita mewujudkan sebuah mimpi, itu tergantung usaha kita. Jangan lupa juga, bahwa kita masih membutuhka orang lain. Semangat !!!!





Selamat berkarya :)
Mell Shaliha.



                

Review The Dream In Taipei City by Sarah Amijaya

Oleh Sarah Amijaya - Goodread post



Indonesia, sebuah negeri yang terkenal dengan budaya ketimurannya. Betapa penduduknya ramah tamah, saling bergotong royong dengan rasa kekeluargaan yang begitu kental.

Indonesia, sebuah negeri dengan multikultural, namun memiliki rasa persatuan yang kuat.

Namun, tatkala kemerdekaan berpuluh tahun berlalu, semua budaya ketimuran dan rasa persatuan bangsa berlahan mulai tergerus.

The Dream In Taipei City dengan sangat apik menghadirkan kembali rasa kebangsaan yang kuat dan kekeluargaan yang kental pemuda pemudi Indonesia melalui jalinan kisah persahabatan Ella Tan, dan mahasiswa-mahasiwa Indonesia lainnya tatkala bersama-sama menimba ilmu di belantara kampus asing di negeri serumpun China, Taiwan.

Pada Ella Tan, kisah ini berpusat. Pada awalnya ia berada di Taiwan demi kesepakatan orang tuanya yang telah bercerai. Dengan ayah yang sangat pendiam, serta ibu dan saudara tiri yang kejam, Ella benar-benar merasa sendirian di Negara asing tersebut. Namun, semua berubah ketika ia bertemu dengan Adrian, seniornya dikampus yang ternyata juga saudara sebangsa dengannya. Adrianlah yang akhirnya memperkenalkannya dengan sekumpulan mahasiswa Indonesia lainnya yang dengan cepat tidak hanya menjadi sahabat dekatnya tapi mereka semua selayaknya saudara, tak peduli dengan beragam perbedaan suku, ataupun keyakinan yang mereka anut. Kebangsaan yang sama telah menyatukan mereka begitu saja, tanpa syarat lainnya.

“Santai….kita, kan sesama orang Indonesia” (hal 17)

Setelah beberapa jam mengobrol dengan teman-teman Adrian yang saat itu sudah menjadi teman Ella juga, Ella merasa mereka sangat ramah dan memanusiakannya… (hal 51)

Pada Ella Tan, tergambar pula sosok wanita muslimah yang polos, namun tetap memegang teguh nilai-nilai yang diyakininya. Dengan segala kepolosan dan keyakinannya yang tak biasa di tengah belantara budaya asing Ella Tan tetap membaur dan tidak “mengeksklusifkan” dirinya. Selain dekat dengan kawan-kawan Indonesianya, ia bergaul aktif dengan rekan-rekan sesama muslimah dari berbagai Negara. Bahkan, ia juga berkawan dekat dengan Kim Hae Yo, seorang pemuda energik berkebangsaan korea. Sekaligus dekat dengan seorang dosen muda yang sebenarnya juga sangat dikaguminya, Marcel Yo.

…dia merasa tidak pernah bertemu dengan mahasiswi muslim yang bergaul dengan semua orang. Tapi, sejak kedatangan Ella yang pertama kali, gadis itu terlihat tidak segan untuk berbicara dan bersosialisasi…(hal 181)

Kisah ini tidak bergerak jauh-jauh. Hampir ¾ isi buku ini berkutat seputar Ella dan kampus barunya. Maka settingnya pun tak jauh-jauh dari seputaran universitas NTU dan aktivitas di dalamnya. Pun demikian, tak sedetikpun pembaca akan merasa bosan, sebaliknya pembaca seolah terseret dengan semangat dan kecerian Ella dan kawan-kawannya dalam meraih impian.

Mereka, para penuntut ilmu yang benar-benar berjuang untuk masa depan mereka. Karena kesempatan kuliah itu bukanlah didukung dengan kondisi finansial yang mapan melainkan melalui jalur beasiswa, hingga mereka pun rela bekerja part time di sela-sela kesibukan kuliah. Sungguh kontras dengan realitas nyata dimana pemuda pemudi yang beruntung dengan dukungan finansial full dari orang tua mereka justru terkadang lalai dan hanya menghambur-hamburkan uang.

“…kalau kamu ke sini atas dasar terpaksa, lebih baik kamu pulang. NTU akan mengeluarkan mahasiswa yang IP-nya kurang dari2,5. Kau jangan membuang uang jika tidak mau menyakiti hati kami semua.”

“…Kuliah ini merupakan salah satu upaya mencapai cita-citaku. Bisa mendapatkan beasiswa untuk belajar di luar negeri merupakan suatu anugerah terbesar buatku. Maka, aku berjanji harus berhasil lulus ujian masuk dan melanjutkan kuliahku dengan serius,” (hal 54-55)

Ditengah keceriaan kehidupan kampus, kisah ini diselipi pula hubungan Ella dan ayah kandung yang baru saja dikenalnya. Ella yang pada awalnya merasa ditinggalkan dan tak berarti, akhirnya merasakan kasih sayang ayah yang sebenarnya tetap mencintainya. Bagaimanapun dinginnya sikap seorang ayah, di hatinya ia tetap mencintai darah dagingnya dengan caranya sendiri.

Air ata Ella justru pecah begitu tiba dan melihat apartemennya yang sudah rapi dan sangat lengkap dengan perabot. Padahal, dalam pikirannya masih ribet memikirkan bagaimana agar dia mempunyai peralatan masak sendiri dan peralatan makan.

Saat itu, Ella sadar betapa papanya sangat peduli dan mengerti akan kebutuhannya tanpa ia minta. (hal 163)

Jika novel ini terasa kurang, mungkin bagian inilah yang masih mengganjal. Tak ada kejelasan dan porsi yang cukup untuk menjawab penasaran pembaca tentang kelanjutan perasaan sebenarnya Papa Ella terhadap ibu kandung Ella.

Jalinan persahabatan Ella dan Kim Hae Yo juga menyisakan kesan tersendiri. Mereka yang berikrar selamanya menjadi sahabat baik. Saling mendukung, saling menyemangati, dan saling menjaga. Ella yang mengagumi dosen Yo, dan Hae Yo yang mengagumi Miss wang, kekasih Dosen Yo. 


Persahabatan mereka yang manis harus terpisah tiba-tiba saat Hae Yo terpaksa pulang ke Korea karena urusan keluarga yang mendesak. Rentang perpisahan itulah yang mengajari mereka arti satu sama lain. Disini pula termaktub dengan jelas bahwa contoh teladan itu justru berhikmah lebih baik ketimbang rentetetan panjang nasihat yang dikeluarkan hingga berbusa-busa.

Terima kasih atas kebiasaan-kebiasaanmu yang kau perkenalkan padaku. Terutama kebiasaanmu, menjalankan ibadah, menyembah Tuhanmu. Dari situ aku berpikir bahwa peran Tuhan sangat penting dalam kehidupan kita…(hal 278)

Secara keseluruhan, The Dream in Taipei city menghadirkan jalinan kisah persahabatan multi kultural yang manis. Kehangatan kasih sayang orang tua dan anak. Juga romansa hati yang bening hingga sanggup menggetarkan jiwa.

“Biarkan cinta kita tetap tersembunyi, dan hanya Tuhan yang berhak menentukan bagaimana aku dan kamu…” (hal 358)

Di tengah riuh tawa dan semangat pemuda-pemudi di NTU, kisah menginspirasi ini tercipta. Seharusnya beginilah para generasi muda. Tumbuh dengan segala keceriaan dan kerja keras yang melahirkan pengalaman dan berujung pada pembentukan karakter pemimpin ke depannya.

Sebuah buku yang layak baca, hingga 360 halaman pun terasa kurang untuk dinikmati.

Selamat Membaca:)

Rabu, 05 Maret 2014

New Release Novel Terbaruku- The Dream in Taipei City

>>The Dream in Taipei City <<

SINOPSIS

"Ella Tan, gadis blasteran Jawa-Taiwan itu kini harus berpisah dengan ibunya di surabaya untuk tinggal bersama ayahnya di Taipei. Demi kesepakatan kedua orangtuanya paska perceraian, bahwa di usia 17 thn, Ella harus tinggal bersama sang ayah di negeri serumpun cina itu.
Hidup bersama sang ayah yang sangat pendiam, ibu & saudara tiri yang tidak menyukainya, membuat Ella merasa asing dan menderita. 
      Namun ia mendapatkan keceriaan baru setelah masuk di Universitas Nasional Taiwan- NTU. Ia bertemu dengan teman-teman dariberbagai negara yang ternyata sangat ramah terhadapnya. ella pun mudah berkomunikasi dengan semua teman barunya.
Hatinya yang polos tiba-tiba merasakan debaran cinta pada seorang dosen muda bernama Marcell Yo. Meski begitu, gayung tak bersambut. Sang dosen ternyata telah memiliki tambatan hatii. Sosok yg jauh lebih sempurna,bernama  Lily Wang - salah satu seior di fakultas seni musik tradisional. 
      Di saat yang sama kemunculan sahabat baru Ella, Kim Hae yo, pemuda asal Korea yang menganggap Ella sebagai sahabat baiknya, rupanya mempunyai rasa yang sama terhadap Ms Wang. Dan berbagai konflik batin pun terjadi. Ella merasa ada yang salah dengan dirinya. tiba-tiba saja ia merasa terganggu dengan kedekatan Hae Yo dan Lily Wang. Namun Ella tidak yakin akan perasaan yang menyulitkannya itu.
        Keresahan demi keresahan membuat Ella sedikit tidak fokus terhadap kuliahnya. Bahkan kepergian Hae Yo yang begitu mendadak membuatnya seperti kehilangan seseorang yang sebenarnya sangat berharga. Ella baru menyadari bahwa Hae Yo bukanlah sahabat biasa baginya. Dan kepergiannya yang tak pernah memberi kabar, membuat Ella hidup dalam kehampaan dan penyesalan.
        Ella masih berharap Hae Yo akan kembali  Taipei dan meraih mimpi bersamanya. Namun,apakah harapan Ella itu akan menjadi kenyataan atau dia benar-benar harus merelakan kepergian Hae Yo?
Akankah Sang dosen akhirnya mengetahui perasaan Ella dan membalas perasaan itu selepas kepergian Hae Yo yang disangkanya sedang berpacaran dengan Ella?"

Lanjutan kisah manisnya bisa kalian bc di novel ini....

Judul : The Dream in Taipei City
Penulis : Mell Shaliha
Penyunting Bahasa :Mastris Radyamas
Penerbit : Indiva Media Kreasi
ISBN : 978-602-1614-16-7
Tebal: 360 hal
Harga : Rp55.000,00

Bisa order ke inbox Fb Mell Shaliha aau Twitter @mellshaliha yaa...

Kamis, 16 Januari 2014

Novel First Time In Beijing - Riawani Elyta *Genre Kesukaanku

Bukan Resensi, hanya Komentar Bebas:)
      Haii... temans, sudah lama sebenarnya saya ingin menulis note tentang salah satu novel yang saya suka. Tapi karena kendala lepi yang masih ngadat, terpaksa tertunda. ini bukan resensi yaa, hanya komentar bebas, karena saya suka dengan genre novel seperti ini.
Judulnya First Time In Beijing karya mbak Riawani Elyta.
FTB menarik dari kaca mata saya karena :
1. Setting yang memikat. Budaya China yang kental dengan paduan kuliner khas terbayang sangat nyata meskipun saya belum pernah ke China. Namun saya pernah hidup dengan orang Cina, dan penulis mampu mendekati gaya hidup dan budaya Cina dengan baik. Penulis juga bisa menyampaikan dengan detail dan tidak terlihat sedang meraba atau menduga-duga.
2. Konflik batin yang kuat antara Lisa- Daniel dan tokoh-tokoh lain mampu membius pikiran saya untuk masuk ke dalam emosi masing-masing tokoh. Saya tidak berusaha mendalami karakter tokoh, hanya saja peran masing2 tkoh terasa sangat mudah menggugah emosi.
3. Paduan bahasa Mandarin dalam ungkapan juga merupakan daya tarik untuk pembaca yang menyukai genre asing seperti ini. Kosa kata yang tentu saja jarang dijumpai dalam novel-novel nasional, hal ini menambah wawasan saya. Meskipun ada beberapa kosa kata yang artinya sama namun penulisannya berbeda atau sebaliknya, kosa kata yang artinya sama, namun penulisannya berbeda dalam paragraf berikutnya. Mungkin bukan kesaahan penulis, karena menurut bunyi dari bahasa Indonesia, kedengarannya sama.
4. Jalan cerita yang panjang namun tidak memmbosankan. Menurut saya karena setiap bagian terdapat hal-hal penting yang tidak bisa terlepas dari inti cerita. Dan alur yang tak bisa ditebak membuat saya harus teliti membaca bagian demi bagian hingga akhir. Ketika membaca sampai chapter 28, saya masih belum mampu menebak akhir dari cerita dan apa yang akan diaam tokoh Lisa dan Daniel, juga Yu Shi Wen yang terobsesi. Juga tetang penyakit sang Ayah, seua tebakan saya salah sampai di titik tersebut.
Sampai chapter itu, saya pikir masih ada chapter selanjutnya karena dalam benak saya masih penuh dengan tebakan-tebakan dan pertanyaan akan kisah masing-masing tokoh dan penyelesaian konflik, tapi saya salah lagi. Cerita ini berakhir dengan epilog. Namun sekali lagi, penulis menghadirkan ending dan penyelesaian konflik pada epilog. sehingga saya lemas, karena masih berharap kedetilan cerita dari kesemua tokoh, meskipun tetap bisa terwakili dengan akhir cerita seperti pada epilog.
5. Ada satu kejanggalan yang perlu saya ungkapkan juga mengenai kebiasaan khas orang China. Tapi ini juga bukan kesalahan fatal atau belum bisa disebut sebagai kesalahan, karena bisa juga terjadi dilingkungan orang-orang Cina tertentu. Pada saat acara Lunar New Year di acara makan malam bersama keluarga Ayah Lisa.tepatnya di halaman 298-299.
"Ayah mengangguk-angguk. Mulai membuka piringnya diikuti yang lainnya." petikan kalimat ini ada di paragraf ke tiga *kalau tidak salah hitung. Bukan masalah besar memang, tapi daripada menggunakan alat makan piring, saya lebih setuju dengan menggunakan mangkuk dalam situasi seperti ini. Karena sebagian besar orang Cina menggunakan mangkuk untuk nasi maupun sup. Piring biasanya digunakan hanya untuk piring saji/ menyajikan hidangan. Kecuali di restaurant ala modern, mungkin menggunakan piring terlihat biasa. Namun di paragraf selanjutnya, masih di halaman yang sama, saya lebih memilih yang ini ::: "Ayah menyendok mi ke dalam mangkuknya." Mungkin ini terlihat sederhana dan tidak perlu dibesar-besaarkan, hanya saja sedikit mengurangi kedetailan dari budaya khas cina.
Dan saya menemukan lagi, kata piring kembali disebut di halaman 299, baris pertama,  "Semua tengah sibuk dengan piring masing-masing."
Sekali lagi mungkin itu bukan masalah besar, namun jika benar-benar dipahami, pada narasi dari bab ke bab yg mendetail, hal ini menurut saya sedikit mempengaruhi kebiasaan orang Cina.
        Kesimpulan akhir, saya sangat menyukai cerita dengan genre seperti FTB. Tentang setting baru, budaya asing yang jarang dijumpai pada novel-novel nasional. Mungkin sudah ada beberapa novel dengan genre serupa , namun tidak banyak kita jumpai alias jarang :)
Pesan moral yang saya petik dan sangat kuat adalah :
- Bagaimana belajar memahami karakter orang asing yg belum pernah kita jumpai. Bagaimana belajar beradaptasi dan melatih kesabaran menghadapi watak yang berbeda dan budaya asing yang ternyata bisa kita jumpai kapan saja.
- Kesabaran dan kepatuhan tokoh Lisa terhadap Ayahnya yang keras dan menghadapi keluarga sang ayah dan saudara-saudara tirinya, dengan tekad dan kesabaran, akhirnya tokoh bs bersatu dengan keluarga tirinya.

Begitulah kiranya, karena ini bukan iklan,saya tdak bisa membocorkan isi cerita di sini:) saya hanya ingin berpesan pada teman-teman bahwa,bila kalian menemukan buku ini di rak toko buku, jangan melewatkannya begitu saja. Jangan pula melihat ketebalan buku, melainkan lihat nuansa covernya, karena dari sana kalian bisa membayangkan kehidupan dan budaya seperti apa yang mengisi cerita ini :) mungkin saja kalian belum pernah berkunjung ke Beijing, naah singgahlah segera dengan membaca tuntas novel ini.

Dan untuk mbak Riawani Elyta, mohon maaf bila ada kata2 yg menyinggung atau membuat mbak kurang sreg, juga terima kasih atas pemberian buku ini, sangat bermanfaat untuk saya.

Okelaah... selamat membaca teman-teman :)



Salam
Mells