Senin, 07 April 2014

Jepretan Penerbit Indiva dengan saya :)

MEMBACA BUDAYA CHINA, BERBUAH KARYA

Wawancara dengan Mell Shaliha, Penulis Novel The Dream in Taipei City
Oleh: Ayoe
Mell Shaliha_featured image
Semilir angin membuai dedaunan hingga terlihat liuk-liuknya
Tanah perlahan mengeras karena air enggan bertandang
Hawa panas bergelut dengan sejuk oksigen hasil racikan asam arang dan air
Matahari tetap menjadi pemeran utama
Pelaku nomor satu
Dia tak tergantikan
*penulis sebenarnya ingin membuat puisi seputar Gunung Kidul, tapi kok malah terkesan ngalor-ngidul #plak.
* * *
Assalamu’alaikum Indivalovers,
Kali ini penulis akan mengupas tuntas tentang seorang penulis berbakat yang biasa dipanggil Mell. Nama penanya Mell Shaliha. Tahu dong ya? Itu tuh yang meracik novel The Dream In Taipei City yang baru diterbitkan sebulan, sudah cetak ulang. Tak kenal maka ta’aruf *hehe.. kenalan dulu yuk sama Mbak Mell. *sodorin tangan.
Penulis yang mempunyai nama asli Ermawati ini berasal dari sebuah daerah yang “katanya” berada di atas kota Jogja, belum pelosok dan tidak susah air, Gunung Kidul. Seusai lulus SMK Perhotelan, Mell bekerja selama setahun menjadi SPG di salah satu mall di Jogja. Namun karena penghasilannya belum cukup untuk merealisasikan mimpinya untuk kuliah dengan biaya sendiri, akhirnya Mell nekad kerja di luar negeri.
Selain karena dorongan pendidikan, Mell juga didorong untuk mencari pengalaman lebih. Mell ingin mempraktikkan bahasa Inggris dengan orang asing. Mell berhasil menginjakkan kaki di negeri Cina dan berhasil mewujudkan keinginan terpendamnya, ingin bertemu dengan Andy Lau alias Yoko dan ingin bertemu dengan Bibi Leung. *Hahaha… ada-ada saja.
Tak tanggung-tanggung, Mell bekerja di Hongkong sejak tahun 2004 sampai awal tahun 2010, enam tahun. Pekerjaannya? Sama halnya dengan buruh migran lainnya, yakni menjadi pembantu rumah tangga. Eits, tapi jangan salah. Biarpun hanya menjadi PRT dan hanya lulusan SMK, daya gedor Mell dalam hal tulis-menulis itu sungguh sangat luar biasa. Coba deh cek hasil karya Mell, berapa judul novel yang sudah dituliskan tangan emasnya? Banyak kan?
Nah, balik lagi ke cerita Mell ketika masih bekerja di Hongkong. “Alhamdulillah di Hongkong saya dapat employer yang demokratis, mengizinkan saya berjilbab dan beribadah, itu tidak sama dengan BMI (Buruh Migran Indonesia) lain, Mbak. Jadi saya pikir itulah jalan Allah untuk saya.” Jawab Mell ketika ditanya soal pengalamannya bekerja di sana.
Mell melanjutkan ceritanya, “Pengalaman kerja di luar negeri jelas berat. Saya harus bisa membagi waktu dengan baik. Orang Hongkong tidak suka dengan keterlambatan, sangat detail dan disiplin dalam segala hal. Dalam 24 jam, saya kadang hanya tidur 4-5 jam. Karena pekerjaan saya super banget, saya harus mengurus dua anak yang masih SD. Segala  keperluan belajar dan kesehariannya tidak boleh luput dari perhatian. Dan repotnya, saya harus mendampingi kegiatan belajar hingga mengerjakan PR. Orang Hongkong tidak selalu bisa berbahasa Inggris, jadi saya harus mengajari anak-anak untuk itu. Saya akan dihukum jika menggunakan bahasa nasional Hongkong dengan anak-anak (Kantonis), karena mereka harus bisa berbahasa Inggris dengan baik.
Di sisi lain, saya juga merawat nenek yang usianya 92 tahun dalam satu rumah juga. Nenek tidak bisa berbahasa Inggris, jadi saya harus menggunakan dua bahasa setiap hari (tapi ada untungnya jadi terbiasa dengan bahasa Cina). Pekerjaan lain adalah pekerjaan rumah, tau kan? Membuat sarapan wajib, mengurus seragam anak, membantu nenek sarapan, mencuci, bersih-bersih all room every day, belanja ke pasar, memasak, memandikan nenek, mengantar anak-anak les di luar kegiatan sekolah dan mengepel dua kali dalam sehari. *jangan dibayangin. Kadang saya menulis setelah jam 12 malam selama 1-2 jam.
Jika Deadline (karena saya dipilih menjadi kontributor tabloid dwi mingguan  yang terbit di Hongkong sejak 2007 sampai sekarang) saya tidur hanya 2 jam saja. Saya pergi liputan dan ke forum jika hari minggu, itu juga libur saya dua minggu sekali. Liputan mendadak, misal ada BMI yang bunuh diri, saya harus bisa mencuri waktu dan kabur untuk liputan ke TKP. Sebenarnya majikan tahu saya suka kabur dan menitipkan nenek duduk di mall sementara anak-anak sekolah, tapi mereka tidak pernah protes karena takut saya pulang Indonesia.”
Pengalaman  yang sangat super tersebut nyatanya mampu menjadikan sosok Mell yang sekarang. Sekarang, masuk ke proses kreatif, ya? Mell mengaku pernah mengikuti training kepenulisan. Setahun bisa sekali sampai dua kali saat FLP Hongkong mengadakan workshop, selebihnya sharing dengan teman-teman FLP, dan banyak membaca buku.
Ketika ditanya apa yang memotivasinya hingga keluarlah keinginan melahirkan karya, Mell menjawab dengan jujur. “Jika saya tidak bisa menjadi penulis, lantas mau jadi apa? Melihat teman-teman bisa meraih cita-cita menjadi guru (cita-cita saya dulu jadi guru bahasa) dan sukses dengan gelar mereka, saya terlecut untuk move on, mengambil jalan lain dan tidak mau setengah-setengah. Jadi saya terus belajar secara otodidak bagaimana mengolah ide menjadi cerita dengan banyak membaca karya orang lain, menonton (drama, berita, dll.), dan sharing.”
Lecutan motivasi Mell dalam merealisasikan mimpinya untuk menulis telah mengantarkannya melahirkan novel terbaru yang berjudul The Dream In Taipei City. Novel yang bersetting di Taiwan ini ternyata terinspirasi dari tokoh  drama Korea dan Taiwan. “Kebanyakan inspirasi saya memang dari cowok-cowok cakep mbak,”kelakarnya. “Pertama, saya harus menyukai tokoh dulu baru mencari inspirasi. Langkah selanjutnya adalah bagaimana biar saya bisa dekat dengan mereka secara invisible.” lanjutnya.
Pengalamannya selama 6 tahun di Hongkong tentunya sangat membekas dan hidup selamanya di benak seorang Mell. Mell paham situasi negara Cina, baik dari budaya dan keadaannya. Kepahamannya itulah yang menjadi latar dalam cerita sesuai pengalaman. Benar saja, mari kita lihat, hampir semua karya Mell berbau Cina. *hmm… penulis manggut-manggut.
Berbicara soal karya, novel pertama Mell yang berhasil terbit berjudul Xie Xie N De Ai (Hongkong, Terima kasih Untuk Cintamu). Novel ini terbit tahun 2011 dan berhasil cetak ulang. Kesuksesannya di novel pertamanya ini membuat Mell semakin percaya diri untuk menghasilkan karya-karya lain.
Penghargaan yang berhasil Mell raih di antaranya: Juara 2 Menulis Esay kreatif FLPHK 2008, Juara 2 Lomba cipta puisi Tabloid Apa Kabar Indonesia 2008, dan Juara harapan 1 Lomba cerpen Lingkungan Hidup 2008.
Terakhir, pesan Mell untuk u teman-teman yang sebenarnya jago nulis, tetapi belum mau menuliskannya ke dalam sebuah karya, karena masih takut-takut, ini nih:
  • Percaya diri agar tidak malu disaat karya kita dibaca orang lain.
  •  Jangan menutup diri dari lingkungan dan lebih baik banyak bergaul serta belajar dari semua peristiwa yang selalu kita jumpai.
  • Jangan takut kritikan. Siapkan mental saat tulisan kita ditolak, berpikir positif terhadap masukan dari orang lain/pembaca, karena itu juga demi kemajuan karya kita.
  • Menjaga hubungan baik dengan penerbit, editor, lingkungan, dan bersaing secara smart dengan sesama penulis. Juga, bergabung dalam komunitas kepenulisan baik melalui media maupun langsung.
  •   Terapkan jam terbang setiap hari untuk menulis.
Sip bin yahud bukan? Dengan membaca budaya Cina, Mell mampu melahirkan karya. Terima kasih Mbak Mell atas waktunya. Semoga sukses selalu dan istiqomah berkarya.:-)
Wassalamu’alaikum

Jumat, 04 April 2014

Review dari Senior, Mbak Leyla Imtichanah TDITC

Menggapai Mimpi di Taipei


Judul: The Dream in Taipei City
Penulis: Mell Shaliha
Penerbit: Indiva
Jumlah Halaman: 360
Tahun Terbit: Cetakan 1, Februari 2014
ISBN: 978-602-1614-16-7
                                                 
Ini novel ketiga Mell Shaliha yang saya baca dan kembali menampakkan ciri khas penulis yang pernah menjadi Buruh Migran Indonesia. Novel pertamanya, Xie Xie Ni De Ai dan Crying Winter juga memasukkan tokoh seorang BMI sebagai pemeran utama dan bersetting di Hongkong. Walaupun Ella Tan, tokoh utama di dalam novel ini bukanlah BMI, tetapi masih belum bisa dipisahkan dari bau-bau BMI, yaitu Ella adalah anak seorang mantan BMI yang menikah dengan anak pemuda Taipei. Berdasarkan perjanjian antara kedua orang tuanya, setelah usia Ella 18 tahun, Ella harus ikut ayahnya ke Taipei. Demi pendidikannya, Ella pun mengikuti ayahnya ke Taipei, tapi berjanji akan kembali ke ibunya di Indonesia. Ella baru berangkat ke Taiwan setelah berusia 22 tahun dan akan melanjutkan kuliah S2.


DI Taipei, Ella masuk ke kampus NTU, Universitas Nasional Taiwan. Sifatnya yang tergesa-gesa membuatnya bertabrakan dengan Mr. Yo, yang ternyata adalah dosennya. Dosen muda itu membuat Ella jatuh cinta, tapi hanya bisa dipendam karena Mr. Yo sudah berpacaran dengan Miss Wang. Ella nyaris tak tahu apakah dia lolos seleksi NTU karena surat kelulusannya ditahan oleh ibu tirinya. Untung ada Mr. Yo yang membantu menguruskan. Saat itu, Ella juga bertemu dengan Hae Yo, pemuda Korea yang juga baru akan masuk ke NTU. Mereka menjadi sahabat karena persamaan nasib.

Sebagai novel ketiga yang bersetting luar negeri, kali ini Mell Shaliha cukup banyak memperlihatkan setting luar negerinya itu (Taiwan). Kita diajak melihat aktivitas Ella di NTU, flat, kebiasaan-kebiasaan warga di sana, makanan-makanannya, dan sedikit bahasa Cina dan Korea. Gaya bercerita juga mengalir, lancar, sehingga mudah dihabiskan dalam sekali duduk (kalau tidak ada kesibukan lain). Nama Korea dan Taiwan yang dipilih juga tidak menyusahkan pembaca, seperti Mr. Yo, Miss Wang, Hae Yo, sehingga mudah diingat. Tak seperti kebanyakan novel Korea yang ditulis orang Indonesia, yang nama tokoh-tokohnya sulit dilafalkan oleh lidah Indonesia.

Walaupun inti dari kisah ini adalah tekad Ella untuk meraih mimpinya sebagai master dari NTU, tapi kesan yang lebih banyak ditangkap adalah kisah cinta Ella, Mr Yo, Miss Wang, dan Hae Yo. Kisah ibu Ella yang mantan BMI dan menikah dengan pemuda Taiwan juga kurang diangkat. Adegan Ella bertabrakan dengan Mr. Yo yang terjadi berkali-kali ini seolah mengingatkan kita pada adegan-adegan di drama Korea. Inspirasi didapat dari kerja keras mahasiswa Indonesia di Taiwan yang harus bekerja part time demi bisa membiayai hidup dan kuliahnya di Taiwan. Juga kebaikan para senior yang sukarela membimbing yuniornya, seperti Adrian, mahasiswa senior yang sudah akan lulus kuliah, tapi masih mau mengantar yuniornya ke mana-mana dalam rangka beradaptasi dengan NTU.

Kedekatan Ella dan Hae Yo yang berubah menjadi cinta, dikisahkan dengan halus sehingga tetap dalam koridor norma-norma kesopanan. Kamu yang butuh novel inspiratif remaja, perlu melirik novel berkover warna merah, warna kegemaran orang Tionghoa yang menyimbolkan keberuntungan ini. Dijamin gak rugi deh baca novel ini. Siapa tahu kamu tertarik juga ingin kuliah di Taipei. Telusuri dulu serba-serbi Universitas Nasional Taiwan yang menjadi setting utama novel ini. 

Rabu, 02 April 2014

Pengumuman Pemenang Kuis Give Away Novel TDITC

Assalamu’alykum… teng… teng… teng…!

Dear temen-teman semua,
Pastinya hari ini (02 April 2014) adalah hari yang ditunggu-tunggu kan? karena hari ini saya akan mengumumkan  3 pemenang kuis GA novel The Dream in Taipei City sesuai dengan yang saya janjikan. Dari seluruh peserta GA, semua mempunyai mimpi yang beragam dan bagus, namun juri memang harus memilih tiga mimpi yang paling special menurut penilaian juri.
Dan ketiga pemenang yang berhak mendapatkan masing-masing 1 eks Novel The Dream in Taipei City dan pulsa adalah :

1- Mimpi Paling Lucu : Amel Aura @meliarawr
2- Mimpi Paling Inspiratif : Linda Satibi @LindaSatibi
3- Mimpi paling menyentuh : Anis Puspita Sari @anispsari

Di samping ketiga pemenang utama, saya menambahkan dua pemenang favorit  dan mendapatkan hadiah hiburan berupa pulsa sebesar  Rp5000,00 dan diskon pembelian novel The Dream in Taipei City (setiap pembeliain langsung dengan saya) dengan harga  Rp 45.000,00 bebas ongkir untuk :

1.       Shabrina Ws
2.       Nawan Zha- @nawanzha

Demikian kami mengucapkan terima kasih atas partisipasi kawan-kawan semua dan selamat untuk semua pemenang. Sebagai reward dan ucapan terima kasih saya kepada seluruh peserta, saya juga memberikan diskon khusus untuk  pembelian Novel TDITC  dengan harga Rp 45.000,00 (belum ongkir).
Dan bagi para pemenang (1-3) yang kami sebutkan untuk segera mengirimkan alamat lengkap  (untuk pengiriman buku) dan no. HP (Via DM atau Inbox saya) untuk pengiriman pulsa. Terima kasih atas partisipasinya kawan-kawan, semoga lain waktu ada kesempatan untuk berbagi kuis lagi.
Terima kasih dan semangat meraih mimpi masing-masing yaa… J

Wasalammu’alaykum…

Penulis, Juri, Sponsor.